Sejarah “Public Speaking”

A. Pengertian Public Speaking

Public speaking adalah suatu bentuk komunikasi kepada sekelompok orang di depan umum yang biasanya berbentuk ceramah atau pidato yang bertujuan untuk memberikan informasi, mempengaruhi atau menghibur. Public Speaking merupakan bagian dari Ilmu Komunikasi dimana mencakup kemampuan seseorang untuk dapat berbicara di depan publik, kelompok maupun perseorangan dengan menggunakan strategi dan teknik yang tepat. Berdebat, menyampaikan pidato, memimpin rapat,  me-moderatori atau memandu sebuah acara, melakukan debat dalam diskusi, memimpin sesi presentasi atau diskusi, menjadi presenter tv, mengajar dan lain sebagainya merupakan contoh dari penerapan public speaking. Secara sederhana public speaking merupakan tata cara melakukan bicara di depan umum, secara runtut dan terencana, dengan tujuan tertentu.

B. Sejarah Public Speaking

Sekitar 2.500 tahun yang lalu, di Athena Kuno para pemuda diminta untuk memberikan pidato yang efektif sebagai bagian dari tugas mereka sebagai warga negara. Selama waktu itu Socrates (c.469-3998 SM), Plato (427-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM) mengajarkan murid mereka filsafat dan retorika. Retorika menurut Plato adalah “seni memenangkan jiwa oleh wacana”.

Demokrasi saat itu berkembang dengan mengharuskan semua warga untuk mampu berbicara dalam legislatif dan bersaksi di pengadilan. Warga bertemu di sidang besar yang bertepat di Pasar (agora) untuk membahas isu-isu perang, ekonomi, dan politik. Begitupun dengan Lembaga Pengadilan Rakyat oleh Sage dan Solon (594-593 SM), dimana warga bisa membawa keluhan-keluhan mereka ke pengadilan dan berdebat mengenai kasus mereka. Saat itu tidak ada pengacara karena orang sering menggugat satu sama lain, sehingga penting bagi setiap warga negara untuk memiliki kemampuan komunikasi untuk dirinya dan keluarganya.

Saat ini public speaking dianggap tingkatan komunikasi tertinggi dalam komunikasi, dari komunikasi intrapersonal sampai komunikasi publik. Public speaking bisa dilakukan oleh setiap manusia dan termasuk kedalam salah satu model komunikasi yang dipelajari sejak dulu, dan siapapun dapat melakukannya serta tidak harus berada dalam ruang lingkup politik sebagaimana pada zaman dahulu. Beberapa menyebutkan bahwa suatu komunikasi dapat disebut dengan komunikasi publik apabila jumlah audiens yang berada dalam komunikasi tersebut berjumlah lebih dari sepuluh orang. Akan tetapi pada prinsipnya komunikasi publik memiliki bentuk sistem komunikasi massa yang melibatkan pembicara dan audiens dalam jumlah yang banyak dan tidak dapat dipahami hanya dengan model komunikasi antar individu.

Berikut adalah tokoh-tokoh yang terkenal berbicara atau melakukan retorika pada zaman kuno, antara lain:

  1. Gorgias dan Protagoras

Mendirikan sekolah retorika untuk pertama kalinya. Gorgias cukup jeli melihat adanya peluang untuk memenuhi kebutuhan pasar, karena pada waktu itu masyarakat Athena butuh kemampuan berbicara yang jelas dan persuasif. Negeri Athena saat itu sedang tumbuh menjadi negara yang kaya dan demokratis, setiap orang diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapatnya. Disinilah kemampuan berpikir yang jernih dan logis dibutuhkan. Tentu saja itu semua didukung dengan kemampuan berbicara yang jelas dan persuasif.

Gorgias bersama dengan Protagoras mengajarkan teknik-teknik manipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk menyentuh hati pendengar. Lebih menekankan kepada bahasa yang puitis. Mereka menamakan dirinya kelompok sophistai “guru kebijaksanaan” atau kaum sophis. Saat itulah muncul adanya lomba adu pidato juga muncul jagoan-jagoan pidato, misalnya Demosthenes dan Isocrates.

  1. Demosthenes dan Isocrates

Berbeda dengan Gorgias yang lebih menekankan kepada bahasa yang puitis/bahasa yang berbunga-bunga, Demosthenes mengembangkan gaya berbicara yang jelas dan keras, menggabungkan antara narasi dan argumentasi. Juga memperhatikan cara penyampaian, menurut Will Durant ia meletakkan rahasia pidato pada akting. Isocrates mengatakan bahwa retorika tidak bisa dipisahkan dari politik dan sastra. Ia juga mendirikan sekolah retorika, dimana ia mengajarkan tentang bagaimana menggunakan kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-lebihan disertai dengan anak kalimat yang seimbang.

  1. Socrates dan Plato

Socrates mengkritik kaum sophis sebagai para prostitut, yaitu orang yang menjual kecantikan untuk memperoleh uang. Plato adalah murid Socrates, ia mengatakan bahwa Gorgias adalah contoh retorika yang palsu (berdasarkan pada sophisme) sedangkan Socrates adalah contoh retorika yang benar (berdasarkan filsafat). Sophisme mengajarkan kebenaran yang relatif dan filsafat membawa orang kepada pengetahuan yang sejati. Plato menganjurkan agar para pembicara mengenal “jiwa” pendengarnya. Dari sinilah Plato meletakkan dasar-dasar retorika ilmiah dan psikologi khalayak. Dia mengubah retorika sebagai sekumpulan teknik menjadi sebuah wacana ilmiah.

  1. Aristoteles

Aristoteles mengatakan bahwa ada 5 tahap dalam penyusunan pidato (Lima Hukum Retorika = The Five Canons Of Rhetoric), yaitu:

  1. Inventio (penemuan), penggalian topik dan menentukan metode persuasi yang paling tepat, merumuskan tujuan, mengumpulkan bahan/argumen yang sesuai dengan kebutuhan khalayak. Aristoteles menyebut ada 3 metode persuasi, yaitu:
  • Ethos, kita harus menunjukkan kepada khalayak bahwa kita memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, status yang terhormat.
  • Pathos, kita harus bisa menyentuh hati khalayak: perasaan, emosi, harapan, dan kebencian.
  • Logos, kita dapat menunjukkan dokumen atau suatu contoh sebagai bukti.
  1. Dispotio (penyusunan), tahap pengorganisasian pesan. Aristoteles menyebutnya taxis, pesan harus dibagi kedalam beberapa bagian yang berkaitan secara logis: pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog.
  2. Elocutio (gaya), pemilihan kata-kata dan gaya bahasa yang tepat untuk mengemas pesan. Gunakan bahasa yang tepat, benar dan dapat diterima, pilih kata-kata yang jelas dan langsung, rangkaian kalimat yang indah dan hidup.
  3. Memoria (memori), pembicara harus mengingat pesan yang akan disampaikan.
  4. Pronuntiatio (penyampaian), Pembicara menyampaikan pesannya. Disini akting sangat berperan, pembicara harus memperhatikan olah vokal dan gerakan tubuh.

Adapun karakteristik keterampilan dalam berbicara, yaitu:

  1. Percaya diri

Rasa percaya diri perlu diperbarui dan dikembangkan terus menerus dalam diri kita, agar ketika tampil di hadapan banyak orang dapat maksimal. Namun percaya diri yang berlebihan tidak boleh ada pada diri kita, karena dapat mengakibatkan kesombongan dan “under estimate” pada orang lain.

  1. Materi

Dalam menyusun materi public speaking harus memperhatikan hal-hal berikut: memahami materi, disampaikan dengan cara terstuktur dan sistematis, dan kita sebagai pembicara perlu membaca dan menguasai materi yang akan kita sampaikan.

  1. Retorika

Retorika adalah sebuah teknik bujukan/rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen.

  1. Penampilan

Menyesuaikan pakaian yang akan kita gunakan. Pastikan kembali sebelum kita berbicara di hadapan banyak orang pakaian kita sudah sesuai dengan audiens yang akan kita ajak bicara. Ketidaktepatan dalam menggunakan pakaian saat berbicara di hadapan banyak orang dapat mengurangi prima kita saat tampil.

  1. Kemampuan mengelola audiens

Kemampuan mengelola audiens adalah salah satu komponen yang dibutuhkan untuk menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam kemampuan public speaking. Pembicara sebaiknya mencari topik yang dapat menarik audiens. Selain itu pertimbangkan juga minat dan kebutuhan audiens. Tentukan poin-poin dalam menyampaikan informasi kepada audiens.

Sumber:

https://noviwulandari11.wordpress.com/2019/03/29/sejarah-public-speaking/

https://pakarkomunikasi.com/teori-public-speaking

https://www.kompasiana.com/ongky/552a07e0f17e61aa4bd623ca/sejarah-public-speaking

https://studylibid.com/doc/221268/sejarah-public-speaking

Leave a comment